July 19, 2012

Finally, Bismillah.

heyyy readers!

finally, i'm going to leave this town soon. 3 setengah jam lagi.




uuuh.. terimakasih yaaa temanteman semua atas semua mua mua mua mua nya, kenangan2 manis yang teramat manis buanget. gabakal dilupain.


doain gue sukses yah di SMA. bismillah bisa mencapai cita-cita dan target, serta prioritas2 hidup yang udah gue bikin. aaamiin...


speechless, gatau mau ngomong apah.


sudah deh, begitu saja. uuuuu..


XOXO! : - ))

Raraynf.




P.S. Buat dydy, kalo baca ini, tolong buka tumblr aku yaaah, aku ninggalin voice note disitu, please didengerin.. okayy? thank you dydyy.. : - )





July 8, 2012

cover, cover, cover!



hey guys,



so, i kinda bored in this middle of the night.. and i decided to make a cover: Payphone by Maroon5. love this song and the lyrics. 
o yea, sorry for sleepy voice and a mess in playing guitar, but i can say that this is the best one-take cover that i ever did. i love the fact that i can rap in this song greatly, LOL. :-)


listen it by clicking THIS


and yeah, you can follow my tumblr too! 



Terima Kasih! : - D

July 6, 2012

: - )


Air mata ini tidak juga berhenti menetes, sementara tubuh saya sudah menggigil dirasuk angin dan mulut saya tidak juga berhenti merapal doa-doa penuh pengharapan. Saya butuh keajaiban.

Setelah bertahun-tahun saya meyakini hal ini akan berbuah manis, hari ini pahitnya terasa juga.

Tak tanggung-tanggung, pahitnya justru mematikan indera perasa saya, hingga saya tak mampu lagi merasa.

Saya kembali menggigil. Tangis kedua di bulan Juli.

Yang pertama terjadi semalam, ketika saya tidak kunjung bisa tidur, ada perasaan aneh yang merasuki saya. Saya tahu hal ini akan terjadi. Saya tahu. Sudah dari jauh-jauh hari saya merasa bahwa dirinya kian lama kian jauh dan tidak tergapai.


“Dreams are like stars. You can’t reach it, but if you follow it, it will take you to your destiny.”


Tangan saya gemetar. ada amarah yang tiba-tiba saja muncul dan menyulut diri saya.
Dan air mata itu kembali tumpah. Saya kemudian berpasrah dan menarik selimut kembali, hendak menghangatkan diri dengan sisa-sisa tenaga yang saya punya.

Saya selalu menjadi pusat dari masalah. Saya yang selalu mengiba, meminta cinta yang sesungguhnya tidak ia rasa.


“kenapa kamu nggak minta aku pergi aja dari awal?”


Kenapa.

Saya yang bodoh, saya yang salah. Tidak seharusnya saya disini, tidak seharusnya saya berada disini.


“cinta? Bullshit!”


Cinta. Satu kata yang hingga saat ini tidak saya mengerti juga maksudnya.

Untuk apa manusia dibuat merasakan cinta, jika pada akhirnya terluka juga?

Tak ubahnya sebuah pertemuan, setiap hal memiliki titik akhir yang sama: perpisahan.


“aku gak ngerti apa yang tuhan mau.”


Semua hal ini begitu abu-abu. Saya bahkan nggak menemukan putih dalam paletnya.

Saya ingin mengerti, saya ingin belajar menerima. Saya ingin belajar melepaskan.

Saya menatap buku-buku jari saya yang memutih, kemudian merasakan perih pada lengan kiri. Oh, saya menggenggam terlalu kuat?

Terlalu kuat, hingga yang terasa perih dan luka?

Saya tidak tahu mengapa saya menggenggam sekuat itu. Mungkin emosi. Mungkin perasaan yang tidak tergambarkan.

Haruskah saya tahu apa alasannya?


“Cinta itu seperti pasir. Semakin kamu genggam, semakin ia akan jatuh satu persatu dari sela-sela jarimu, untuk pada akhirnya habis dan tidak ada yang tersisa kecuali serpihan-serpihan pasir. Serpihan itu, kita kenal sebagai memori. Kenangan.”


Karena mencintai kamu tidak membutuhkan sebuah alasan.

Tapi mungkin saya memang menggenggam terlalu kuat. Jadi, salah saya, lagi?


“bukan. Ini namanya takdir.”


Takdir? Takdir itu ada dua! Ada yang bisa diubah, ada yang tidak. Kenapa kita tidak mengubahnya, menjadi lebih baik? Karena saya yakin ini bisa diubah!


“kan, seperti bintang.”


Saya merinding mendengarnya. Merasakan air mata kian meleleh di kedua pipi saya.

Segitu jauhnya kamu, sejauh bintang, sampai saya pun tidak bisa menggapainya?


“ini emang udah jalannya. Udah seharusnya kayak gini.”


Jalannya. Takdir.

Saya menghembuskan nafas berat.

Setelah sedari tadi berulang kali merapal doa, dan membisik harapan, saya mulai mengerti.

Ini jalannya. Memang sudah begini takdirnya.

Saya tersenyum diantara sisa-sisa riak air mata yang meleleh di pipi.



“ini memang jalannya. Terimakasih telah menunjukkan saya jalan ini. Saya akan berusaha bertahan, saya tidak berkata saya akan melupakan. Tidak, saya tidak akan melupakan kamu. Selamanya kamu akan tetap jadi yang nomor satu buat saya. Kamu bahagia? Ya, itu lebih baik. Saya hadir untuk melengkapi kamu. Sepertinya, sejauh ini saya sudah berhasil. Percaya atau tidak, sekarang saya sudah benar-benar bisa tersenyum.. terimakasih.”





(Jakarta, 6 Juli 2012.)

July 3, 2012

Pertemuan Langit dan Mentari. | Yuk rangkai 99 kata bersama GagasMedia


Hujan yang turun membuat Mentari; Perempuan cantik yang berdiri menunggu taxi di depan kantornya, memejamkan mata dan menikmati suasana sore itu.

Saat-saat Hujan dan Teduh. Perlahan, Mentari merasakan sudut-sudut bibirnya terangkat, membentuk lengkung senyum penuh  Rindu, teringat Memori. Ah.. Seandainya saja kamu ada disini.. bisik hatinya. Percaya atau tidak, hubungan jarak jauh ini sungguh menyiksa. Mencoba Sukses bertahan dari jarak yang membentang.

 “Terhalang hujan, Mentari?”

Suara berat itu menyentaknya. Suara itu.. Suara lelaki yang telah membuatnya Jatuh Cinta dan Mendamba. Yang berbisik “I For You..” ditelinganya. Segera ia membuka mata, dan pemuda itu ternyata nyata berdiri dihadapannya, tersenyum.

 “Langit?!”